GARUDATRIBUNE.COM – Kutai Barat, Kalimantan Timur: Proyek infrastruktur jalan di Kutai Barat (Kubar) kembali menjadi sorotan. Selama dua tahun berturut-turut, proyek dengan nama serupa, obyek sama yaitu “Pemeliharaan Jalan Dua Jalur Jalan Sendawar Raya”, digelontorkan dana dalam jumlah fantastis.
Pada tahun 2024, proyek ini menghabiskan anggaran sebesar Rp14,6 miliar dari APBD Kutai Barat dan telah dinyatakan selesai oleh Dinas PUPR Kutai Barat. Pelaksana kegiatan saat itu adalah CV. Budi Daya Utama, milik H. Kusen.
Namun, di tahun 2025, proyek serupa kembali dianggarkan dengan nilai yang melonjak menjadi Rp17,5 miliar. Lokasi pekerjaannya masih sama, yakni di ruas Jalan Sendawar Raya, dari lampu merah Barong Tongkok hingga Tugu Jam Thomas-Didik, Kelurahan Melak Ulu.
Yang menjadi sorotan, pekerjaan overlay atau pelapisan ulang badan jalan ini dilakukan hanya berselang kurang dari 10 bulan dari proyek sebelumnya—yakni dari Oktober 2024 hingga Juli 2025. Untuk tahun ini, kontraktor pemenang lelang adalah PT. Kanindianra Lestari, tapi pelaksana lapangan adalah H.Kusen Group (CV. Budi Daya Utama) . proyek ini hanyalah “permainan ganti baju”, di mana kontraktor berganti nama, tapi orang di baliknya tetap satu. Siapa yang bermain?
Dari penelusuran Tim Garuda Tribune.com di lapangan, pelaksana utamanya tetap CV. Budi Daya (H. Kusnaini alias HK). Tahun 2024 ia muncul melalui CV. Budi Daya Utama. Tahun 2025, meskipun pemenang tender di atas kertas adalah PT. Kanindianra Lestari yang beralamat di Berau, pelaksana pekerjaan fisik pekerjaan lapangannya tak berubah—tetap HK group.
Kadis PUPR Dinilai Menutup Mata
Kepala Dinas PUPR Kutai Barat, Leonard Yudiarto, berdalih bahwa dalam kontrak resmi tidak tercantum nama H. Kusnaini. Namun pernyataan ini justru memperjelas kelemahan pengawasan dan dugaan pembiaran sistematis.
“ Yang dapat dikonfirmasi PT Kanindianra Lestari berasal dari Berau (data LPSE dan data direktori perusahaan konstruksi provinsi Kalimantan timur 2024 terbitan BPS ). Apakah direksi bisa dilihat tidak ada namun yang berkontrak dengan Dinas PUPR bukan Haji Kusnaini” ujar Leonard Yudiarto , Kamis (17/07/25).
Sementara “Faktanya di lapangan, yang kerja justru alat-alat CV. Budi Daya Utama dan Pengawas dan orang Kepercayaan H. Kusen berinesial “A”. Kalau dinas tidak tahu, berarti lalai. Kalau tahu tapi diam, berarti ikut bermain,” ujar seorang sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Apakah Dinas PUPR benar-benar tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu?
Tender Hanya Formalitas, Nama Perusahaan Disamarkan
Polanya jelas: kendaraan perusahaan berubah, tetapi kontrol proyek tetap di tangan HK. Tahun 2024 CV. Budi Daya Utama, tahun 2025 PT. Kanindianra Lestari. Namun seluruh aktivitas proyek—mulai dari logistik, tenaga kerja, hingga peralatan—masih merujuk ke satu figur: H. Kusnaini, orang dekat mantan Bupati Ismail Thomas.
Informasi yang diperoleh menyebutkan PT. Kanindianra hanya “dipinjamkan” untuk memenangkan tender. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang menyusun spesifikasi lelang? Siapa yang mengarahkan pemenangnya?
PUPR Mengakui Rekonstruksi, Tapi Tetap Menyebutnya Pemeliharaan
Polemik semakin tajam saat proyek yang jelas-jelas berupa pembangunan ulang justru tetap disebut “pemeliharaan”. Kepala Dinas PUPR berdalih, berdasarkan Permen PUPR No. 5 Tahun 2023, rekonstruksi termasuk dalam kategori preservasi.
Namun pakar infrastruktur menyebut pembelaan ini menyesatkan.
“Pemeliharaan dan rekonstruksi punya konsekuensi hukum dan teknis yang berbeda. Menyamakan istilah demi keluwesan nomenklatur anggaran bisa jadi celah manipulasi,” ujarnya tegas.
Penyederhanaan Istilah = Penyimpangan Akuntabilitas
Jika proyek tahun 2024 selesai, mengapa harus direkonstruksi total pada 2025 dengan label “pemeliharaan”? Ada dugaan kuat bahwa proyek sebelumnya tidak dikerjakan sesuai spesifikasi, namun tidak dievaluasi—melainkan langsung di-overlay lewat proyek baru yang disamarkan.
Kondisi ini membuka ruang:
- Pengulangan anggaran tanpa audit proyek sebelumnya
- Pemenang tender rekayasa, hanya berganti bendera
- Penyesatan publik dan lembaga pengawas melalui kamuflase nomenklatur
Jejak Kekuasaan: Itho dan HK Kembali Bermain
Nama H. Kusnaini bukan tokoh biasa. Ia dikenal sebagai tangan kanan Ismail Thomas, eks Bupati yang juga ayah dari Bupati aktif Frederich Edwin. Bahkan rumah pribadi Ismail Thomas tercatat atas nama H. Kusnaini.
Dugaan intervensi pun menyeruak. Sumber internal menyebut bahwa proses tender diarahkan langsung dari lingkar kekuasaan—melibatkan elite daerah hingga pejabat teknis.
Dinas PUPR Pilih Bungkam Soal Dugaan Intervensi
Ketika ditanya soal intervensi dan relasi antara pemenang tender dengan elite lokal, Kadis PUPR Leonard Yudiarto memilih irit bicara.
“Terkait dugaan intervensi, saya tidak dapat berkomentar,” katanya singkat.
Sikap bungkam ini makin memperkuat dugaan bahwa Dinas PUPR telah kehilangan independensinya. Bukannya mengawal proyek publik dengan transparan, justru terkesan membiarkan proyek bernilai miliaran dikuasai oleh aktor yang sama berulang kali.