GARUDATRIBUNE.COM – Jakarta: Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Diana Kusumastuti, akhirnya memenuhi panggilan penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (4/6). Ia hadir untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan rumah khusus bagi eks pejuang Timor Timur, yang bergulir sejak tahun anggaran 2022 hingga 2024.
Pantauan di Gedung Bundar, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), menunjukkan Diana tiba pukul 09.04 WIB, mengenakan busana serba hitam dan didampingi sejumlah staf. Namun, ia memilih bungkam ketika dihampiri awak media, langsung memasuki gedung tanpa memberikan pernyataan.
Pemeriksaan ini menyoroti jabatannya sebelumnya sebagai Komisaris Utama PT Brantas Abipraya, serta Direktur Jenderal Cipta Karya pada tahun 2023, yang dianggap relevan dengan proyek bernilai lebih dari Rp430 miliar tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan bahwa kasus ini masih dalam tahap penyelidikan awal.
“Penyelidik hanya meminta keterangan dari yang bersangkutan untuk mendalami apakah terdapat unsur tindak pidana atau tidak,” ujarnya.
Kasus ini mencuat setelah Inspektur Jenderal Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Heri Jerman, melaporkan adanya dugaan penyimpangan teknis dalam pelaksanaan proyek pembangunan 2.100 unit rumah di NTT, yang diperuntukkan bagi mantan pejuang eks Timor Timur—yang kini merupakan warga negara Timor Leste.
Dalam laporannya, Heri mengungkapkan sejumlah kejanggalan. Mulai dari kualitas pondasi yang tidak sesuai standar, penggunaan alat sondir tanah yang tidak optimal, hingga pemaksaan pembangunan di atas tanah labil tanpa penguatan struktur memadai.
“Proyek sebesar ini seharusnya menjamin keberlanjutan dan keamanan bangunan, bukan justru menimbulkan risiko baru,” ungkap Heri.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut proyek kemanusiaan yang seharusnya menjadi bentuk penghormatan negara terhadap pengorbanan masa lalu. Kini, proyek tersebut justru berpotensi menjadi contoh buruk dari tata kelola anggaran yang tidak transparan dan berisiko tinggi menimbulkan kerugian negara.
Pihak Kejaksaan menegaskan akan terus menggali keterangan dari berbagai pihak sebelum menentukan status hukum lebih lanjut dalam perkara ini.
Oleh: Irfan Latif | Editor: Rosiani Lutfhi
GarudaTribune.com | 2025