banner 728x250

Bongkar “Bank Batu” Ilegal Ismail Thomas 750.000 m³ di Kampung Tutung

Gambar : Lokasi Bank Batu Gunung Milik Ismail Thomas Mantan Bupati Kutai Barat sekitar 750.000 Meter Kubik, kini ditutupi semak belukar. Sehingga tidak terlalu tampak penglihatan sepintas (Dok Istmewa / Ade Stiady / Garudatribune.com)
Gambar : Lokasi Bank Batu Gunung Milik Ismail Thomas Mantan Bupati Kutai Barat sekitar 750.000 Meter Kubik, kini ditutupi semak belukar. Sehingga tidak terlalu tampak penglihatan sepintas (Dok Istmewa / Ade Stiady / Garudatribune.com)

GARUDATRIBUNE.COM – Sendawar: Bongkar “Bank Batu” Ilegal 750.000 m³ di Kampung Tutung: Jejak Tambang Gelap Ismail Thomas dari Jantung Hutan Lindung. Di tengah kemewahan dan julukan “Sultan Kutai Barat” yang melekat pada Ismail Thomas, mantan Bupati Kutai Barat dua periode (2006–2015), tersimpan praktik gelap yang membentangkan luka panjang di hutan lindung Kalimantan Timur. Investigasi GarudaTribune mengungkap keberadaan “Bank Batu” ilegal seluas ratusan ribu meter kubik di Kampung Linggang Tutung, Kecamatan Linggang Bigung.

Tumpukan batu olahan sekitar 750.000 meter kubik diam-diam dipindahkan dari kawasan Gunung Pagang—bagian dari Hutan Lindung Kelian Lestari (HLKL), eks konsesi PT KEM. Aktivitas ini berlangsung pada 2006–2007, tepat saat Ismail Thomas menduduki kursi Bupati untuk pertama kalinya.

Jalur distribusinya sepanjang 8 kilometer, tetapi tak ada satu pun dokumen legal atau izin resmi yang menyertainya. Seorang penjaga lokasi membenarkan bahwa batu-batu tersebut dijual kepada kontraktor untuk proyek pembangunan jalan. Fakta ini menunjukkan operasi terorganisir yang tidak hanya melanggar hukum, tapi juga merampas hak lingkungan dan publik.


⚖️ Pelanggaran Berat yang Terang-Terangan

  • UU No. 11 Tahun 1967 Pasal 17: Semua kegiatan pertambangan wajib berizin resmi.

  • UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 50 ayat (3) huruf g: Dilarang menambang di kawasan hutan lindung.

  • UU Kehutanan Pasal 78 ayat 2: Ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.

  • UU Minerba No. 3 Tahun 2020 Pasal 158: Penambangan tanpa izin bisa dihukum 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar.

Ini bukan hanya kesalahan administratif—ini adalah kejahatan lingkungan dan korupsi sumber daya yang berlangsung di depan mata negara.


Konsesi Dilepas, Aset Dilapisi Nama Orang Lain

Lebih jauh dari tambang batu ilegal, Ismail Thomas juga diduga mengatur skema pelepasan izin konsesi tambang dan perkebunan kepada pemilik modal. Ia tercatat mendirikan beberapa perusahaan tambang yang kemudian di-takeover investor, seperti PT Gunung Bara Utama (dulu PT Sendawar Jaya)—kasus yang sempat menjeratnya di Kejaksaan Agung.

Properti bernilai tinggi seperti Hotel Nici dan Hotel Grand Family di Barong Tongkok juga tidak terdaftar atas nama pribadi Ismail Thomas maupun istrinya, Lucia Mayo. Aset-aset tersebut justru dititipkan kepada orang kepercayaan bernama Wilhelmus alias Mus Jaras. Bahkan ditemukan 57 bidang tanah yang diduga dimiliki lewat proxy, upaya sistematis untuk menyamarkan kekayaan dari sorotan hukum.


📢 Refleksi: Saatnya Publik Bicara

Mengapa hingga kini belum ada proses hukum menyeluruh atas skandal yang begitu jelas dan masif ini? Siapa yang diuntungkan dengan diamnya aparat?

Ismail Thomas bukan hanya mantan bupati—ia adalah ikon kekuasaan lokal tanpa pengawasan. Kini, putra bungsunya, Fredrick Edwin, memimpin Kutai Barat untuk periode 2025–2030. Apakah roda kekuasaan akan terus digunakan untuk membungkam kebenaran dan melindungi kepentingan keluarga?

Masyarakat Kutai Barat dan Indonesia patut menuntut transparansi dan keadilan. Hutan rusak, sumber daya hilang, dan hukum diinjak-injak bukanlah harga yang layak untuk dibayar demi kenyamanan elit lokal.


Pewarta: Ade Setiady
Editor: Rosiani Lutfhi
Copyright © GarudaTribune.com 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *