banner 200x800
banner 200x800
banner 728x250

Pengusutan Lubang Tambang Di Kubar: Desakan Jatam dan Respons Kejati Kaltim

Ket. Gambar: Kepala Kejati Kaltim, Supardi (Foto: Ade Setiady / garudatribune.com)

GARUDATRIBUNE.COM – Kalimantan Timur: Diskusi publik mengenai “Tata Kelola dan Penegakan Hukum di Sektor Pertambangan Batu Bara di Kejaksaan Tinggi Kaltim” di aula Kejati Kaltim, Samarinda, Kamis (4/11/2025) menjadi panggung penting bagi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim untuk mempertanyakan kelanjutan kasus lubang tambang PT KW di Kutai Barat. Dinamisator Jatam Kaltim, Mustari Sihombing, memanfaatkan sesi terakhir diskusi itu untuk menodong Kejati Kaltim dengan pertanyaan yang selama ini menggelayuti warga terdampak.

Ia menjelaskan bahwa izin PT KW telah berakhir pada 21 Desember 2023. Namun, alih-alih menjalankan kewajiban pascatambang, perusahaan justru meninggalkan bukaan lahan seluas 37,5 hektare dan tiga lubang tambang yang totalnya mencapai 6,4 hektare—sekitar 12 kali luas lapangan sepak bola. “Reklamasi itu paling lambat dilakukan 30 hari sejak aktivitas tambang berhenti. Aturannya jelas, ada di Pasal 21 PP 78/2010,” tegas Mustari.

Menurutnya, kondisi tersebut telah membawa dampak serius bagi warga Barong Tongkok, Kutai Barat, terutama terhadap kualitas air yang digunakan masyarakat sehari-hari. Pada 19 Juni 2025, Jatam mendampingi warga yang dipanggil Kejati Kaltim untuk memberikan keterangan, termasuk titik koordinat lubang tambang yang ditinggalkan. Namun, Mustari mempertanyakan keberanian aparat penegak hukum untuk mengambil langkah tegas. “Berani enggak, sih, sebenarnya Kejati Kaltim menindak?” ujarnya di depan forum.


Ditemui seusai diskusi, Kepala Kejati Kaltim, Supardi, menepis anggapan bahwa laporan Jatam tidak ditindaklanjuti. Ia menegaskan bahwa perkara PT KW sudah diekspose pada Senin, 1 Desember 2025. “Tadi saya sampaikan juga kepada teman-teman Jatam, kasus itu sudah kami proses,” ucap Supardi.

Meski enggan merinci lebih jauh, Supardi mengaku penyidik sedang mendalami kemungkinan keterlibatan pejabat publik dalam kasus ini. “Kalau ada keterlibatan pejabat publik, delik penanganan korupsinya lebih mudah. Makanya sektor pertambangan BUMN biasanya lebih gampang ditangani dibanding swasta,” jelas mantan Direktur Penuntutan KPK itu.

Ia menegaskan komitmen Kejati Kaltim untuk menindaklanjuti laporan Jatam. Pihaknya berencana memanggil perwakilan PT KW dalam waktu dekat.


Mustari kemudian menyinggung aspek lain yang menurutnya krusial: izin tambang PT KW diterbitkan oleh bupati Kutai Barat ketika kewenangan masih berada di tingkat kabupaten/kota. Figur bupati tersebut kini menjadi terdakwa dalam perkara pemalsuan izin pertambangan. “Fakta ini seharusnya menjadi pintu masuk bagi Kejati untuk mengusut kasus PT KW lebih dalam,” kata Mustari.

Ia juga mengingatkan bahwa pelanggaran perusahaan terkait tidak dilaksanakannya reklamasi telah memiliki dasar pidana yang kuat. Berdasarkan Pasal 161B ayat 1 UU 3/2020 tentang Minerba, perusahaan yang izinnya berakhir tanpa melaksanakan reklamasi dapat terancam pidana lima tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar. “Aturannya jelas. PT KW wajib dipanggil,” tegasnya.

Dengan kondisi bukaan lahan yang menganga dan lubang yang dibiarkan tanpa pemulihan, Jatam menilai Kejati Kaltim memiliki cukup informasi untuk membawa kasus ini menuju proses hukum yang lebih jelas. Sementara publik menunggu gebrakan nyata, diskusi ini kembali membuka pertanyaan besar: apakah aparat siap menindak perusahaan tambang yang abai terhadap kewajiban, sekaligus kemungkinan keterlibatan pejabat yang memberikan izin?


Pewarta: Ade Setiady
Editor: Rosiani Lutfhi
© garudatribune.com 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *